Tanya Atas Luka By Apriliyantino Januari 2010
Kuhadirkan tanya
atas canda di malam setelah ini,
saat kumaki diri atas alfa tanpa kendali.
Pelan, kuraba noktah beribu langkah terlanjur telah...
tak kutemukan derecak darah hanya keluh kesah...
ahai...
adakah pantas jika juang menjadi samar
saat nadi kian pelan menjalar?
ahai...
rasanya ingin sekali kupatahkan takdir buruk ini.
Tentu,
jika Tuhan tak memberi jawab
atas tanya dan doaku..
Jejak Tanpa Bayang By Apriliyantino Desember 2009
Kureka jejak tanpa bayang
yang menjuntai jauh ke kedalaman nurani tanpa nadi,
jika itu kata terakhir yang kau ucap,
tanpa tanda bahwa nyawa nyata punya harga.
Aku luruh segera,
tersungkur telak tanpa sempat kumengelak.
Ahai,
jalanan seketika padam tanpa rima tanda tanya—
jika saja tak kuulur ulang bejana nafsuku
atas sebentuk puja rayu
atas kelam asmara jiwa teredam..
wahai...
Tautan Ketiadaan By Apriliyantino November 2009
Sebelum maut membelai mesra ketiadaan,
sebelum kau dan aku--mungkin juga mereka,
berkalang kepastian..
Adalah rayuan ini menusuk, menoreh kuncup-kuncup harap atas makna..
Antara kita, dan mereka bertaut dan saling memaksa..
Dan di sini,
telah kuulurkan doaku untukmu kawan..
Bahwa kau,
andaipun mau..
Pastikan dapat..
Bermanja, pada-Nya..
Cobalah kau belai selisik tangis Bunda
Friday, September 11, 2009
Tak lagi perlu kau dengar derai tawa tanpa nada dariku duhai bayang lepas senja..
aku sekedar bergumam dalam geram tak tertahan, lamat-lamat memeram dendam tak terlukiskan..
dan di sini, tetaplah kau urai sesungging sinis pada gurat wajahmu yang tak lagi manis...
Cukuplah kau berpuas diri, mencekam rasa hati dalam desah kelu yang teramat sunyi..
dan kurasa, selamanya tak lagi sanggup kau hela doa-doa dengan wajah tanpa dosa...
Jika,
mungkin sekali tak mampu kau raba,
geletar belai membuncah cita tak teredam dalam-dalam... di rongga dada, di sela selisik tangis bunda...
sebab kau selalu begitu...
larut di pusaran kelam duniamu...
hingga aku, mereka, dan kau sendiripun tak lagi peduli!
Fatwa By Apriliyantino Agustus 2009
Tumpuklah gerammu di atas aum fatwa bait-bait luka..
Inilah tempatnya prisma membuncah berkas tajam atas noda..
Dan adalah kesempatanmu untuk bicara,
sebab cendawan mulai menjalar di liang mulutmu yang berlumut..
Cepatlah lakukan apa maumu,
aku tak akan beringsut setindakpun, apalagi melawan..
Kau, jika tak sudi hidup tanpa nadi..
Sudahlah lututkan segera kakimu..
Di sini, atas comberan air liurmu..
Oh, kau tak mampu lakukan itu?
Sudah,
kau memang lebih busuk
dan jauh di atas frasa binal!
Kau,
tak perlu bingung..apalagi termenung.
Bukan,
aku tak bermaksud macam-macam..
Sebab kutahu, kau memang fatal..
Entah adakah yang masih mungkin kau jual?
Atau telah kau rampok sore itu?
Manifesto Rona Jingga By Apriliyantino
Selalu saja senja merona Jingga
merintih sendat
tak syarat
terkulai tiap saat,
Terseok lunglai
dihantam sepoi
puncak Mahoni,
ditingkah gemerisik tangkai Kenari..
pun kuncup Kamboja..
Lewat nafas sesarat derit baja,
pada ketiadaan,
pada kekosongan..
Bilakah membran tipis pada batas kebenaran kebatilan--berfriksi,
saling menindih mengoyakkan..
Saat kau dan aku,
ketika kalian, kita--mereka tak lagi merangkai dusta
dan memanjat syukur atas cinta kasih Baginda Tuan..
Meski aku di sini hanya liliput
tanpa selimut dan pengikut..
Saat Naas By Apriliyantino
Seringai siluet Surya pagi buta,
menusuk menyilaukan..
Mataku,
matanya,
mata mereka,
semua mata..
Saat detak degup
jantung bergolak,
saat smuanya terbelalak..
Di sini,
di nadi bangsa..
Ketika ketenangan meranggas
dilumat segala naas..
Mereka tersenyum puas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar